Seiring dengan berjalannya waktu, dari masa ke masa
telah terjadi perubahan yang begitu nyata, dengan segala informasi yang kita
dapatkan, berita yang kita ketahui Pers berperan dalam perubahan. Seperti
halnya perubahan Pers dari masa ke masa dari posisi yang tercekang hingga di
hargai keberadaannya.
a.
Pers
Indonesia pada masa Penjajahan
1.
Masa
penjajahan Hindia Belanda
Di
Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa
pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat
perjuangan. Namun Penjajah Belanda, yang sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap masyarakat
indonesia, maka
mereka memandang perlu membuat UU untuk membendung pengaruh pers Indonesia
karena merupakan momok yang harus diperangi. Selain mengeluarkan KUHP Belanda juga
mengeluarkan
mengeluarkan aturan
yang bernama Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar atau
majalah Indonesia yang dianggap berbahaya. Kemudian Belanda juga mengeluarkan Peraturan
yang bernama Haatzai Artekelen, yautu berisi pasal-pasal yang mengancam
hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian,
serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda, serta
terhadap sesutu
atau sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda. Beberapa surat kabar yang terbit di zaman ini adalah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode.
atau sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda. Beberapa surat kabar yang terbit di zaman ini adalah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode.
2.
Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang, orang-orang surat kabar (pers)
Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan
jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan dan politik. Hal ini
menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar
yang beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar, meskipun begitu ada lima media yang mendapat izin
terbit, yaitu: Asia Raja,
Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Walaupun
pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan antara lain :
·
Pengalaman
yang diperoleh para karyawan pers indonesia bertambah. Terutama dalam
penggunaan alat cetak yang canggih ketimbang Zaman belanda.
·
Penggunaan
bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.
·
Adanya
pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikanoleh
sumber-sumber resmi Jepang.
b.
Pers Indonesia pada Masa Orde Lama
Pers
di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah
konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas
kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Isi pasal ini kemudian
dicantumkan dalam UUD Sementara 1950. Awal pembatasan pers di masa demokrasi liberal adalah efek samping dari keluhan
wartawan terhadap pers Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak membatasi
pembreidelan pers asing saja tetapi terhadap pers nasional. Demokrasi liberal berakhir ketika Orde Lama
dimulai. Era demokrasi liberal adalah sejak Pemilu 1955 hingga Dekrit Presiden
1959. Pada masa orde lama kebebasan pers cukup dijamin, karena masa itu adalah
masa dimana pers merupakan sarana yang dipakai pemerintah maupun oposisi untuk
menyiarkan kebijakannya dan pers itu sendiri menjadi lebih berkembang dengan
hadirnya proyek televisi pemerintah yaitu TVRI. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul
dengan teknologi layar hitam putih. Namun, karena TVRI adalah stasiun televisi
milik negara, maka pemerintah jugalah yang menguasainya.
c.
Pers Indonesia pada Masa Orde Baru
Pada awal kepemimpinan orde baru
menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi terpimpin diganti dengan
demokrasi Pancasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua tokoh dan
kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila. Menurut sidang pleno ke 25 Dewan
Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi,
sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung
jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan
objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.
Masa
kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya peristiwa malari (Lima Belas Januari
1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama. Dengan peristiwa malari beserta
beberapa peristiwa lainnya, beberapa
surat kabar dilarang terbit/dibredel, yaitu Kompas, Harian Indonesia Raya dan Majalah
Tempo yang merupakan contoh-contoh kentara dalam sensor
kekuasaan ini. Pers pasca peristiwa malari cenderung pers yang mewakili
kepentingan penguasa, pemerintah atau negara. Kontrol terhadap pers ini dipegang melalui Departemen
Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian
memunculkan Aliansi Jurnalis Indepen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo
Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara. Pemerintah
orde baru menganggap bahwa pers adalah institusi politik yang harus diatur dan
dikontrol sebagaimana organisasi masa dan partai politik.
d.
Pers Indonesia pada Masa Reformasi –
Sekarang
Titik
kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak
media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya
organisasi profesi.
Kalangan pers kembali bernafas lega
karena pemerintah
mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun
1999 tentang pers. Dalam UU Pers tersebut dengan tegas dijamin adanya
kemerdekaan pers sebagai Hak azasi warga negara (pasal 4) dan terhadap pers
nasioal tidak lagi diadakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran
(pasal 4 ayat 2). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber informasi,
dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak tolak
gugur apabila demi kepentingan dan ketertiban umum, keselamatan negara yang
dinyatakan oleh pengadilan. Hingga kini Kegiatan jurnalisme diatur dengan
Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers. Namun
kegiatan jurnalisme ini juga cukup banyak yang melanggar kode etik pers
sehingga masih menimbulkan kontroversi di masyarakat.
Sumber :
Sobur, Alex. (2001). Etika Pers
Profesionalisme dengan Nurani.Bandung : Humaniora Utama Press. Hlm. 145
Rauf, Ismet. Adam, Saleh Danny.
(2002). Catatan Politik Pengalaman Wartawan Antara. Jakarta. Antara Pustaka
Utama. Hlm. 8
http://ibnusalam.tripod.com/kompas.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar